This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Saturday, 30 September 2017
REVIEW : PENGABDI SETAN (2017)
Friday, 22 September 2017
REVIEW : GERBANG NERAKA
Thursday, 21 September 2017
REVIEW : KINGSMAN: THE GOLDEN CIRCLE
Note : Coba tonton The Golden Circle dalam format 4DX. Sensasi menonton yang diberikannya sungguh luar biasa.
Sunday, 17 September 2017
REVIEW : THREAD OF LIES
Wednesday, 13 September 2017
REVIEW : AMERICAN ASSASSIN
Friday, 8 September 2017
REVIEW : PETAK UMPET MINAKO
Wednesday, 6 September 2017
REVIEW : IT (2017)
Terlebih sang sutradara, Andy Muschietti (Mama), tak main-main dalam menghamparkan rentetan teror termasuk menerobos batasan-batasan yang biasanya dihindari sineas film seram sehingga kesan mengusik kenyamanan berulang kali mencuat sepanjang durasi. Jika dirimu menganggap versi miniserinya yang dirilis pada tahun 1990 telah cukup membuatmu kesulitan memejamkan mata di malam hari – si badut memang menyeramkan, tapi secara keseluruhan filmnya sendiri terbilang ‘meh’ – tunggu sampai kamu menyaksikan versi layar lebarnya yang berkali-kali lipat lebih meneror ini.
Mempunyai kesamaan nasib yakni dirundung masalah pribadi dengan orang tua masing-masing di rumah dan menjadi sasaran utama perisakan dari Henry Bowers (Nicholas Hamilton) membuat ketujuh bocah ini merasa terhubung satu sama lain. Mereka bermain bersama, mereka berpetualang bersama, dan mereka memecahkan masalah bersama. Ditengah-tengah kegembiraan menyambut datangnya kebebasan di musim panas, problematika lain hadir yang bukan saja mengancam persahabatan mereka tetapi juga keselamatan nyawa masing-masing. Problematika tersebut berwujud sesosok badut misterius bernama Pennywise (Bill Skarsgård) yang sebelumnya telah membunuh adik Bill serta sejumlah bocah lain di kota Derry.
Belum menyiapkan jiwa raga sepenuhnya, tiba-tiba kita melihat pemandangan mengerikan berupa seorang bocah kecil terkapar tak berdaya dengan kondisi tangan terpenggal dan berlumuran darah di tengah jalan seraya berteriak minta tolong. Sejurus kemudian, tubuhnya diseret masuk ke dalam gorong-gorong oleh Pennywise. Glek! What an opening scene, huh? Melalui prolog ini, Andy Muschietti seolah memberi peringatan keras kepada para penonton bahwa sekalipun It melibatkan banyak karakter praremaja sebagai karakter utama, film tetap akan tersaji brutal alih-alih bermain aman seperti dilakukan Annabelle Creation baru-baru ini. Itulah mengapa, amat sangat disarankan untuk tidak membawa penonton dibawah usia 17 tahun ke dalam gedung bioskop lantaran konten It yang terhitung eksplisit sekaligus gelap.
Dan jika kita berbincang soal teror, It adalah salah satu tontonan horor yang sanggup menyajikan daya cekam dengan amat memuaskan tahun ini. Sensasi yang dihadirkannya seperti saat kita menjelajahi wahana permainan rumah berhantu; seru, mengasyikkan, dan menyeramkan. Kebanyakan diantaranya memang berbentuk jump scare mudah diterka, namun ketepatan waktu dan ketepatan konteks kemunculannya membuatnya terasa sangat efektif. Sulit untuk tidak (lagi-lagi) terperanjat lalu berteriak dalam setiap teror yang dihadapi personil The Losers’ Club maupun adegan “melihat foto dari proyektor” yang membuatku ingin sekali berkata kasar itu.
Performa gemilang dari para aktor cilik yang mampu mengimbangi Bill SkarsgÃ¥rd yang menghantui – terlebih Jaeden Lieberher, Finn Wolfhard, serta Sophia Lillis – membantu merealisasikan The Losers’ Club sehingga terasa nyata adanya. Ya, persahabatan antara personil The Loser’s Club adalah salah satu alasan utama mengapa saya sama sekali tidak keberatan It mempunyai durasi yang merentang panjang hingga 134 menit karena memang film tampil mengasyikkan secara konsisten dan salah satu alasan utama mengapa saya tidak mengeluh kepada keputusan si pembuat film untuk memecah It ke dalam dua bagian (Oh ya, ini adalah It Part One, saudara-saudara!) karena saya masih ingin bertemu kembali dengan mereka. Semoga saja reuni para personil kelompok para pecundang ini di It Part Two bisa melampaui atau minimal sama mengasyikannya dengan petualangan masa remaja mereka.
Saturday, 2 September 2017
REVIEW : BABY DRIVER
Anggapan ini tentu bakal seketika luntur begitu kita mengetahui siapa sosok yang menduduki kursi penyutradaraan yang tak lain tak bukan adalah pembesut Cornetto trilogi (judul pertamanya adalah Shaun of the Dead) dan Scott Pilgrim vs. the World, Edgar Wright. Dibawah penanganan Wright yang memiliki jiwa nerd sejati, Baby Driver jelas tidak akan dijelmakan sebagai film hura-hura belaka yang sebatas mengedepankan pada laga penuh eksplosif seperti halnya Fast and Furious dan Transporter. Betul saja, si pembuat film lantas memadupadankannya dengan humor sarat rujukan ke budaya pop, barisan musik eklektik, romantika asmara muda-mudi, serta ketegangan ala heist film sehingga membuat Baby Driver bukan saja terasa begitu berwarna tetapi juga bergaya.
Keterikatan Doc dengan Baby ini akhirnya mencapai ujungnya usai hutang si anak buah dinyatakan lunas dan Baby telah menjalankan misi terakhirnya mengawal Bats (Jamie Foxx). Pensiun dari dunia kriminal, Baby berniat menata ulang kehidupannya terlebih usai dibuat jatuh hati oleh seorang pelayan bernama Debora (Lily James). Baru saja menjalani kehidupan normal selama beberapa waktu bersama Debora, panggilan dari masa lalu kembali menghantuinya. Siapa lagi kalau bukan dari mantan atasannya, Doc? Baby dimintanya terlibat dalam misi merampok kantor pos bersama Bats dan anggota tim yang telah dikenalnya. Tidak ada pilihan lain bagi Baby selain menjawab “ya” kecuali dia ingin kehilangan perempuan yang dicintainya.
Apabila ini tampak seperti prolog biasa dalam sebuah film bertemakan perampokan atau kebut-kebutan mobil, tunggu sampai kamu menyaksikan bagaimana Edgar Wright mampu menyeleraskan hentakan irama lagu dengan setiap adegan yang berlangsung. Ya, rentetan musik eklektik dalam Baby Driver bukan sebatas aksesoris pemanis belaka demi memenuhi tuntutan agar bisa merilis album soundtrack, gaya-gayaan atau memeriahkan suasana melainkan melebur ke dalam jiwa film. Ini seperti film musikal yang jika kita lepas elemen musiknya, maka film tersebut akan berjalan timpang karena posisi keduanya saling menguatkan.
Bukan hanya pada permulaan saja, kamu juga akan mendapati adegan sejenis di berbagai titik sepanjang durasi yang salah satu paling berkesan bisa ditengok pada opening credit-nya. Genre lagu hasil kurasi Wright pun beragam, menyesuaikan dengan mood si karakter utama dan situasi yang berlangsung. Asal muasalnya juga tak kalah beragam, mayoritas berasal dari iPod milik Baby yang tak pernah lepas dari genggamannya. Alasannya, musik dipergunakan Baby untuk memacu semangatnya sekaligus meredam bunyi dengungan di telinganya – beberapa kali kita dengar ketika musik tidak mengalun – akibat tinnitus yang diidapnya pasca kecelakaan semasa kecil.
Setiap dari mereka pun dimainkan oleh aktor-aktris yang tepat sehingga memberi kesan otentik. Ya, Baby Driver memang memiliki ansambel pemain yang berlakon juara seperti Ansel Elgort yang terlihat cool dan menghadirkan chemistry lekat bersama Lily James sampai-sampai adegan di laundry terasa begitu manis, lalu Jon Hamm bersama Eiza Gonzalez sebagai pasangan maut yang dimabuk asmara, kemudian CJ Jones yang memberikan kehangatan dalam perannya mengisi figur ayah bagi Baby, Jamie Foxx yang kocak dan berbahaya di waktu bersamaan, serta Kevin Spacey yang intimidatif. Perpaduan selaras antara laga seru, humor lucu, romansa manis, musik asyik, dan lakon apik inilah yang menghantarkan Baby Driver menjadi salah satu film terbaik dan paling mengasyikkan buat disimak tahun ini. Cadas!
Ulasan ini bisa juga dibaca di http://tz.ucweb.com/9_htTq